V46R

https://www.youtube.com/channel/UCKAWA8omTAkRTNRqnGkPZ5w

Monday 25 August 2014

Puisi Ku " Derita Tak Terkira " Karya Brisita Dyah Eskia



Brisita Dyah Eskia
Derita Tak Terkira

Langit air laut terbentang luas membujur
Terlihat remang bintang seolah kabur
Garis-garis dari ufuk timur membesit sukma dengan membentur
Kicau burung pagi bersahut melantun lagu
Angin dingin menusuk ngilu

Di pucuk bukit, berdiri megah sebuah rumah
Tinggal ayah, ibu dan putri semata wayangnya
Hidup bahagia dengan suasana bak alam surga
Tentram, tawa dan canda temani mereka
Bawang Putih begitu sebutan Sang putri
Gadis separuh dewasa, masih lugu rupanya
Baik hati, ramah-tamah
Tinggi semampai dengan rambut hitam memanjang
Ayah cukup kaya, mata orang pandang
Kebahagiaan mulai terusik tatkala seorang wanita juga putrinya datang
Kerabat jauh sang ibu, ia berterang

Bersikap biasa pada awalnya
Meringankan beban keluarga dengan sedikit bantuan dari mereka
Namun, sang anak Bawang Merah, ia sering berkeluh kesah
‘’ Ibu bagaimana ? Kita jauh dari desa sebrang, kemari hanya untuk menjadi upik abu ?’’, kesalnya membanting sapu
‘’ Tenanglah, permainan belum dimulai kebahagiaan mereka tak kan lama lagi ‘’, katanya sembari tersenyum
Berbisiklah ia pada telinga sang anak apa yang akan dilakukan
Berubahlah seketika wajah putrinya
Iri ternyata, melihat kebahagiaan terpancar dari keluarga kecil yang di tinggalinya

Tiba-tiba, sang ibu menghilang entah kemana
Bingung bukan kepalang sang ayah dan Putih mencari
Di sebelah barat tak tampak
Di ufuk timur tanpa jejak
Utara, selatan tak berpijak
‘’ Kemana wahai istriku ? Mengapa kau tinggal aku juga putrimu ? Apa salahku padamu ? ‘’, heran sang ayah
Putih terus mengurung diri di bilik
Terpukul dengan kepergian Ibundanya yang tanpa tinta pula
Lama sudah kepergian ratu di sebuah keluarga
Tak begitu tampauk raut wajah sedih di hati keduanya
‘’ Ibunda Putih telah lama pergi, aku berpikir ia masih butuh seorang ibu untuk menjaga dan merawatnya selagi aku ke kota ‘’
‘’ Iya mas, aku siap menjaga putrimu, sama sekali tak berat bagiku merawat dua orang putri jika kamu pergi ke kota ‘’, jawab ibu Merah dengan tersenyum
‘’ Ya, kamu benar, aku lega sekarang ‘’

Menikahlah mereka berdua
Kini Putih memanggil bibi jaunya Ibu, ya…ibu tiri
Dan Merah menjadi saudarinya
‘’ Putih ayah hendak pergi ke kota, cukup lama mungkin. Kamu jaga diri baik-baik jangan membantah ibumu, bantu dia juga saudarimu ‘’,
 Sembari mengusap kepala sang anak lalu menciumnya
‘’ Baik ayah, lekas pulang dan hati-hati ‘’, diiringi anggukan ayahnya
‘’ Ibu jaga anak-anak ya ? ‘’
‘’ Iya ayah, ayah hati-hati ?’’
‘’ Baik, kamu Merah rukunlah bersama Putih jangan saling menyakiti ia sekarang menjadi saudarimu. ‘’
‘’ Baik ayah ‘’
‘’ Ayah pergi terlebih dahulu, kalian baik-baik di rumah, jika pekerjaan rampung sudah aku akan segera pulang. ‘’, pesan terakhir di atas kudanya
Semua melambai tangan iringi kepergian sang ayah
Tanpa sadar air mata Putih menetes
Ibu dan saudarinya telah masuk, hanya ia di luar melihat ayahnya
Kini Putih sendiri, tersisa ibu dan saudari tiri yang menemani

Pagi mulai menyapa, Putih belum beranjak dari tidur
Tiba-tiba pintu terbuka dengan keras
Segayung air melayang mengenai wajahnya
Terbangun kaget sembari menggigil
‘’ Apa yang kamu lakukan ? Cepat bangun bereskan rumah, mencuci, lali memasak ‘’, perintah ibunya dengan nada marah
‘’ Iya cuci bajuku sampai bersih, jangan lupa setrika agar halus ‘’, melempar setumpuk baju
Putih terpaku heran melihat ibu dan saudari tirinya
‘’ Tunggu apa lagi ? Ayo kerjakan ! ‘’, tegas ibunya
‘’ I…iya ‘’, masih terheran

Kini kotor tengah diusir dari lantai rumahnya
Ditendang ember oleh Merah, airpun tumpah
Bertambahlah pekerjaan Putih
‘’ Ibu dan Merah ingin mengunjingi festival membeli kain, kamu jaga rumah, Ibu pulanh makanan harus siap, awas kamu ! ‘’
Putih mengangguk sambil tertunduk
‘’ Bereskan itu semua ‘’, kata Merah menendang ember
Keluarlah mereka dari pintu
Menetes tanpa henti air mata Putih, menangis pilu
‘’ Ibu, ibu kemana ? mengapa ibu tinggalkan Putih ? Mereka ternyata bermuka dua, baik di depan yah saja, jika ayah tiada begini rupanya. ‘’

Hari menjelang petang, ibu dan Merah telah pulang
‘’ Makanan mana ? ‘’,
‘’ Sudah siap ‘’
‘’ Anak rajin ‘’’, ejek saudarinya
‘’ Ayo Merah kita makan. ‘’
Merah mengangguk, saat Putih hendak duduk di meja makan
‘’ Eh, mau apa kamu ? ‘’, tanya Merah
‘’ Ikut makan ‘’
‘’ Tidak boleh, kamu baru boleh makan setelah ibu dan Merah selesai, ayo sana ke dapur ! ‘’,
‘’ Tapi…’’
‘’ Ah, sudah sana, tidak dengar apa kata ibu.’’, mendorong Putih
Benar saja ia makan setelah Ibu dan saudarinya selesai
Jika mencuci baju ia biasa ke sungai
Ada sumur memang, namun mereka memintanya, entah apa alasanya
Semakin lama kelakuan mereka semakin menjadi
Hingga suatu hari datang sorang laki-laki
Teman ayah Putih rupanya, ia menemui di taman depan
‘’ Ada apa Paman datang kemari ? Ayah m hendaana ? ‘’
‘’ Em, Putih…begini…em itu ayahmu…em ‘’
Mulutnya ragu hendak bercerita, terlihat cemas pula raut mukanya
‘’ Ada apa dengan ayah Paman ? Ayah baik-baik saja bukan ? ‘’
‘’ Begini, Ayahmu sakit keras di kota. Saat saya hendak memberitahumu Ayah melarangku. Sekarang ia sudah tiada, karena jarak yang cukup jauh Paman memutuskan untuk memakamkannya di kota. Ini pakaian miliknya juga barang-barangnya ‘’
‘’ Paman sedang tidak serius bukan ? ‘’, tak percaya
‘’ Paman harap juga begitu Putih, tapi kenyataan saat ini adalah sebaliknya, kamu sabar ya ? Ayahmu telah tenang di sana, Paman permisi ‘’, tak tega
Putih menangis, dipeluknya pakaian yang ia genggam
Tanpa Putih ketahui Ibu dab Merah mendengar percakapannya
Mereka tertawa puas, tak ada lagi penghalang demi menguasai harta milik keluarganya
Larilah ia ke pinggir sungai merenungkan semua
Dari dalam air muncullah seekor ikan mas
Kulitnya bercahaya diterpa sinar Surya
‘’ Wahai gadis cantik, mengapa kau menangis ? Tangismu terdengar sampai dasar sungai ini ‘’
‘’ Kamu..kamu dapat berbicara ? ’’, berkerut dahinya dengan heran
‘’ Jangan takut, aku tak kan menyakitimu, aku ingin menjadi temanmu, namaku Bibi Sumbi, sipapa namamu ? ‘’
‘’ Aku Bawang Putih ‘’
‘’ Oh, nama yang indah, mengapa kau menangis ? ‘’
Putih menceritakan apa yang terjadi padanya
Tanpa ia sadari semenjak kepergian Sang Bunda, terdapat merpati putih
Yang selalu mengikuti kemana ia pergi
Semenjak saat itu ia sering bermain terlebih dahulu di sungai bersama ikan mas sahabatnya
Tentu tanpa sepengetahuan Ibu dan saudarinya
Tak pernah terlambat pulang karena bermain
Sebab cuciannya akan cepat rampung berkat kekuatan sahabatnya
Tak muncul rasa curiga pada Ibu dan Merah
Rasa sepinya telah sirna


Suatu malam Merah dan Ibu tengah bersantai menikmati hujan
Tiba-tiba lompatlah seekor katak di kaki Merah
Semua kaget, diambilnya sapu oleh Ibu
Menerbangkan pukulan pada si katak, terlukalah ia, terlempar ke halaman
Tak lama Putih keluar, terdengar suara katak terdengar sangat kesakitan
Diambillah katak dengan rasa iba, muncul keinginan untuk merawatnya
Tersimpanlah si katak dalam kotak besar

Suatu hari saat mencuci hanyutlah semua pakaian terbawa arus
Bingung menghampiri Putih, tak berani ia pulang tanpa cucian
Dalam paniknya ia teringat akan sahabat, dipanggilah ia
‘’ Ada apa kau memanggilku Putih ? ‘’
‘’ cucianku hanyut terbawa arus. Ibu dan saudariku pasti marah jika aku pulang tanpanya. ‘’, cemas
‘’ Jangan takut, aku tahu dimana berlabuhnya cucianmu, naiklah ke punggungku akan ku antar kau ke sana. ‘’
‘’ Apa aku tidak salah dengar ? Tubuhmu kecil mana mingkin dapat menopangku ?’’
‘’ Tentu bisa, lihatlah. ‘’
Ikan mas sontak berubah menjadi besar, melebihi ukur pada umumnya
Tanpa berpikir lama Putih naik ke punggung sahabatnya
Diantarlah ia sampai di sebuah gubuk kecil reyot di atas bukit
‘’ Disanalah cucianmu, semoga berhasil.’’, beanjak pergi
‘’ Terimakasih ikan mas. ‘’

Putih naik ke atas menghampiri rumah itu
Mengetuk pintu, pemilik mempersilahkannya masuk
Seorang nenek tua, dengan tubuh penuh luka, aroma amis tercium dari badannya
Namun, Putih tak takut dan mengatakan niatnya
Benar saja, cucian miliknya disimpan oleh sang nenek
‘’ Jika kamu ingin cucianmu kembali, tinggallah bersamaku selama satu minggu, bantulah aku disini ‘’
‘’ Baik nek ‘’, patuh Putih
Hari demi hari berganti
Ia membantu sang nenek tanpa pamrih
Mencuci, menyapu, memasak tanpa letih
Hingga hari ke tujuh, cuciannya kembali dan ia berpamit pergi
‘’ Tunggu, pilihlah salah satu dari labuku untuk kau bawa pulang. Anggap saja ini balas budiku ‘’
‘’ Tidak perlu nek, aku mengerjakannya dengan tulus. ‘’
‘’ Kau memang anak baik, ambillah satu. Jika tidak uaku tak kan nyenyak tidur, ayolah ! “
Diambillah satu labu oleh Putih
‘’ Mengapa kau memilih labu kecil ? Ambillah yang besar isinya jauh lebih banyak. ‘’
‘’ Ini sidah lebih dari cukup nek, lagi pula aku mudah membawanya. ‘’
Sang nenek tersenyum dan Putih segera pamit

‘’ Ini dia, kemana saja kamu ? ‘’, tanya Merah
‘’ Iya kamu sengaja meninggalkan rumah ? ‘’, sahut Ibunya dengan marah
Putih menceritakan apa yang sebenarnya terjadi
‘’ Bohong kamu, eh apa ini ?’’ mengambil labu di antara pakaian
‘’ Wah segar pasti, terik begini makan labu. ‘’, wajah Merah mendadak sumringah
‘’ Kamu benar, Putih ambilkan Ibu pisau ! ‘’
Segeralah Putih ke dalam rumah
Setelah labu terbelah, kaget tampak wajah
Emas permata tercipta cahaya silaukan mata
‘’ Ibu kita kaya ‘’
‘’ Kamu benar Merah, dari mana kamu dapatkan semua ini ? ‘’, tanya Ibu dengan girang
Ceritalah Putih kepadanya
‘’ Kita haruske sana, ya kita harus pergi kesana ibu. ‘’, rengek Merah
Dipanggil ikan mas sahabat Putih untuk mengantarnya
Tak di atas punggung melainkan di dalam mulut mereka di angkut
Sesampainya di tempat tujuan dilemparlah mereka
Tak peduli, yang ada hanyalah harta
Sama dengan Putih sebelumnya, tinggal pula tujuh hari
Niat mereka tak untuk membantu sang nenek
Ia tahu, Merah dan Ibunya tak lulus, cara kerja merekapun tampak
‘’ Ibu itu labu yang kita cari, ayo kita ambil lalu pergi aku sudah tak tahan.’’
‘’ Baiklah.’’
Diambil segera labu paling besar
Mereka pergi tanpa terimakasih nahkan satu patah kata
‘’ Manusia tamak.’’, gumam nenek lirih

Sesampai di rumah dibelah si labu
Namun, bukan emas permata macam lalu
Melainkan seekor ular besar dengan hewan-hewan penuh bisa
Diseranglah ibu dan anak tamak
Tak dibunuh memang, hanya buta
Dirawatlah mereka oleh Putih
Saat bercerita pada sahabat apa yang menimpa Ibu dan saudari
Ikan mas melempar sebutir benih dan memerintah untuk menanam
Benihpun ditanam, keesokan harinya tumbuh pohon
Anggur ternyata ia dengan lebat buah di setipa rantingnya


Putih bercerita dan menyuruh Ibu dan Merah meraba anggur ranum itu
Saat mereka memasukkan buah ke dalam mulut
Seolah terbuka pintu dalam mata mereka, hingga dunia terlihat kembali
Berubah sudah, piker Putih setelah ujian
Rupanya pelajaran tak didapat mereka
Tamak tetaplah sifatnya
Dijual oleh Ibu dan saudarinya sebutir anggur pada orang yang sakit
Dengan harga selangit tentunya
Sembuh memang setelahnya
Banyak sudah uang tergenggam tangan, hingga seorang wanita paruh baya menyodorkan uang
‘’ Apa ini ? Kamu piker anggur ini murah ?’’, tegur Ibu agak marah
‘’ Tapi hanya ini yang saya punya, tolonglah.’’, pintanya iba
‘’ Tidak bisa pergi sana !’’
‘’ Ibu, Merah biarkan wanita ini mendapat anggur kasihan dia.’’, hendak meraih anggur dengan tangan
‘’ Apa yang kamu lakukan ? Ayo Putih masuk !’’
‘’ Tetapi..’’
Mata ibunya terlihat seram tak berani ia melanjutkan
Ia masuk dengan rasa kasihan, pergilah wanita dengan kecewa

Berita pohon anggur sampai ke desa-desa
Angin membawanya sampai ke telinga seorang Lurah sebrang
Tengah sakit keras terbaring lemas
Pegawainya mengunjungi rumah Putih
Setelah memakan buah, segarlah badan Sang Lurah
Ia bertanya apakah sang pegawai telah membelinya
‘’ Sudah tuan, saya tanam di halaman.’’, dengan harga mahal tentunya
Tak hanya unag yang didapat namun, juga kata saudara
Demi menepis sepi yang ia derita
‘’ Sudah lama aku sakit. Ini terjadi semenjak putra dan istriku pergi entak kemana. Berbagai macan obat saya coba, nihil hasilnya. Tapi hanya dengan anggur ini badan saya terasa ringan.’’, jelas Lurah, nada separuh iba
‘’ Anggur ini memang mujarab Pak.’’, sahut ibu
‘’ Iya, memang, siapa yang menanamnya ?’’, bangkit ia
‘’ Sa..’’, terpotong ucapan Putih karena cubitan mendarat di kakinya
Ancaman terlihat di wajah Ibunya, ia paham
‘’ Saya Pak, iya kan Putih ?’’. jawab Merah
‘’ Iya Pak, saya permisi.‘’, beranjaklah pergi Putih tanpa tunggu lama

Putih pulang ke rumah dengan sedih
Teringat ia akan katak dalam kotak
Segera diambillah, kagetlah ia mendapatinya dalam keadaan tak bergerak
Rasa salah muncul dalam hatinya
Diletakkan si katak atas meja
Dicimlah ia karena rasa di hatinya
Kaget buka main setelahnya
Berubah menjadi Pangeran tampan rupawan
‘’ Jangan takut aku berterimakasih padamu karena telah membebaskanku dari sihir.’’
‘’ Tapi bagaimana bisa ?’’
Sang Pangeran bercerita apa yang menimpanya
Ia adalah putra Lurah yang membeli pohon anggur miliknya
Bibi Sumbi, pengasuh yang tak ia ketahui mana dia berada
Dan Ibundanya manjadi seorang nenek tua buruk rupa, sihirlah penyebab semua
‘’ Aku mengenal mereka semua, Bibi Sumbi adalah ikan mas sahabatku, dan nenek tua itu…sepertinya tinggal di pucuk bukit hulu sungai desa ini.’’
‘’ Bisakah kau antarkan aku pada mereka ?’’, tanya Pangeran
‘’ Iya tentu, mari.’’
Pergilah mereka ke sungai, dipanggilah Bibi Sumbi, ikan mas
Bertemulah Pangeran dan pengasuhnya
Bibi menanyakan apakah Putih masih menyimpan anggur yang ia tanam, masih dua rupanya
‘’ Lemparkan satu ke mulutku Putih.’’
Dilemparlah anggur itu kedalam mulut sang ikan
Berubahlah seketika ia menjadi manusia
Lebur sudah rindu antara Bibi dan Pangeran
Dalam peluk teringatlah ia dengan Sang Ibu
‘’ Mari saya antar tuan.’’, senyum Bibi Sumbi

Sesampainya di tempat, Pangeran sontak bersujud menangis di kaki Ibunda
Air mata yang menetes mengenai kulit buruk rupa
Mengubahnya menjadi sedia kala, lengkap sudah
Namun, ada satu lagi, merpati putih rupanya berada di teras gubuk
‘’ Putih berikan  sisa anggurmu pada merpati itu.’’. perintah Ibu Pangeran
‘’ Untuk apa ?’’, tak mengerti
‘’ Sudahlah berikan.’’
Setelah anggur tertelan tampaklah wujud asli merpati
‘’ Ibu’’, teriak Putih berlari memeluknya
‘’ Ini semua karena ibu tirimu Putih ‘’
‘’ Sudahlah lupakan,’’, jawabnya maklum

Pulang mereka ke rumah Sang Lurah
Di sana Merah dan Ibunya tertawa bahagia dengan harta
‘’ Apa yang kamu lakukan di sinii ? Pergi kalian dari rumahku !’’, amarah Pangeran
‘’ Siapa kamu, berani sekali dirimu pada kami ?’’
‘’ Masih ingatkah kamu dengan katak malam itu ? Akulah katak yang kau pukul !’’
Kaget mereka dengan ucapan itu
Ditambah kehandiran Putih dan Ibunya
Lurah keluar mendengar keributan
‘’ Tuan, anggur itu Putih yang mrnanam bukan Merah, saya yang memberikan bujinya pada Putih. Mereka selalu jahat pada Putih, juga membuat Ibunya menjadi merpati hingga ia terpisah dari Ibunya.’’
‘’ Benar ayah, dia juga pernah memukulku.’’
‘’ Apa benar itu ?’’. tanya Lurah
Merah dan ibunya ketakutan
Maaf keluar dari mulut mereka berdua
Lurah menjadikan mereka pengurus kuda sepanjang sisa hidup
Kini Sang Lurah senang keluarganya kembali utuh
Sedang Putih dan Ibunya diangkat menjadi saudara
Yang kelak anak mereka akan menikah
Dan hidup bahagia












0 comments :

Post a Comment