Ladang Panguripan
Fajar mulai
menyingsing di ufuk Timur
Riuh ramai kegiatan pagi mengawali hari dengan
asri
Lalu lalang kendaraan menghiasi si hitam yang
panjang tak jauh dari rumah
Burung – burung
berdendang riang menambah asyiknya alam raya
Pepohonan tersenyum membalas remangnya sinar
bagaskara
Terbentang tikar biru seluas samudra diatas
kotaknya tanah liat
Awan putih menari tebarkan motif sana sini
Kupu-kupu terbang merendah dan tinggi seakan
menikmati sejuknya udara pagi
Kursi panjang di
teras depan memulai kegitanku pagi ini
Terpandang si hitam dengan sedikit senyuman
Di antara rimbunnya pohon ketela, terlihat
sesosok yang tak jelas dalam pandangan
Ku coba amati dengan fokus,
‘’ Oh, pahlawan
tanpa tanda jasaku, bersama siapa dia ? cucu kesayangan rupanya ‘’, gumam dalam
hati
Langkah demi langkah, kakinya menyusuri jalan
raya dengan diam
Namun, terselip kerikil di hati ini
‘’ Mengapa dia ? ‘’, tanyaku
Mungkiin ketakutan yang timbul akibat kejadian
yang menimpanya beberapa waktu yang telah lalu
Ia rela menyapa si hitam demi berangkat ke
ladang panguripan
Apakah ia tak
sadar ?
Bahwa tempat ia menggali uang tak lama akan
menjadi legenda ?
Tak adakah beban
dalam pikirnya ?
Tempat itu, dahulu aku menimba ilmu bersama kawan-kawan
Sebelum kami naik ke tingkat dua
Canda, tawa, tangis mewarnai setiap hari
Awal mengenal huruf pertama dalam abjad juga
angka muda Matematika
Bagai hati
tercabik tanpa kata ampun
Setelah udara mengiringi berita tuk sampai di
telinga mungil ini
Sawah telah mendapat warna kuning, yang itu berarti
tak dapat neroperasi lagi
apakah pendengaranku tengah sakit ? ‘’ Tidak ‘’
lalu apa ini mimpi ? ‘' Tidak juga ‘’
Banyak cerita yang terkisah, dalam album
kenangannya
Usia yang mungkin terlampau jauh denganku,
saksi bisu berbagai peristiwa
Tertulis namanya
dengan abadi dalam ijazah keduaku
Tapi, beberapa tahun lagi tak akan ada surat
resmi yang mencantumkan indah sebutannya
0 comments :
Post a Comment